Kecerdasan finansial (FQ = Financial
Quotient) baru muncul dalam kurun waktu terakhir ini saja. Apakah FQ
itu? Bagaimana mengukur kecerdasan finansial orang? Atau, adakah orang
yang tidak memiliki kecerdasan finansial?
FQ ditujukan kepada bagaimana kita
(individu atau kelompok) mencari, menggunakan, dan mengembangkan ‘harta
benda’. Harta benda ini bersumber dari keberadaan UANG sebagai alat
tukarnya. Makin banyak jumlah uang yang dapat diperoleh makin tinggi
kecerdasan finansialnya. Seseorang yang mampun mendapatkan uang 300
ribu per bulan tentu kalah cerdas secara finansial dibandingkan dengan
orang lain yang mampu memperoleh uang 3 juta per bulannya. Orang yang
mampu mendapatkan 3 juta juga masih kalah dengan orang lain yang memapu
mendapatkan uang 300 juta, demikian seterusnya. Banyak kita temukan di
masyarakat orang-orang yang tidak cerdas secara finansial yang
ditunjukkan dengan kemiskinan di setiap pelosok kota atau desa.
Mungkinkah ada orang yang tidak memiliki
kecerdasan finansial? Rasanya tidak ada! Hanya tingkat kecerdasan
finansialnya yang tidak tinggi. Cerdas finansial tidak harus dari hasil
kerja mandiri (sebagai entrepreneur), namun bisa juga dari hasil
bekerja secara profesional dengan pihak lain (sebagai intrapreneur).
Karyawan dengan gaji 3 juta per bulan dianggap sepadan dengan
kecerdasan dan kontribusi dia kepada perusahaan, demikian juga karyawan
lain yang hanya mendapat 600 ribu per bulan pun sepadan dengan
kontribusinya juga. Seorang entrepreneur yang mampu menghasilkan omset
penjualan 300 juta per bulan pastilah sepadan dengan kecerdasan
finansial yang dimilikinya, begitu juga dengan entrepreneur lain yang
hanya mampu mencapai omset 10 juta per bulan. Kunci utama untuk menjadi
cerdas secara finansial adalah kepada bagaimana pola keseimbangan
antara begaimana mendapatkan (inflow) dan menggunakan (outflow).
Formula umum yang sering digunakan adalah
10:10:80. Bagian pertama (10%) adalah prosentase yang dialokasikan
untuk tabungan akhirat dengan cara memberi sedekah, sumbangan ke panti
asuhan, masjid dan sebagainya dengan harapan bisa mendapat balasan
yang lebih besar dari Yang Maha Kuasa. Bagian kedua (10%) dialokasikan
untuk investasi dunia dengan cara terus menanamkan modal guna
pengembangan usaha berikutnya (bisa dengan tabungan di bank, pembelian
saham, atau bentuk investasi lainnya yang sehat dan wajar). Sedangkan,
bagian ketiga (80%) digunakan untuk aktivitas itu sendiri, baik sebagai
biaya operasional, pemeliharaan, dan kegiatan lainnya.
Formulasi ini dianggap yang paling
minimal untuk tetap menjadi cerdas secara finansial. Bagaimana
prakteknya? Cobalah untuk mengalokasikan dana yang diperoleh untuk
kegiatan tersebut di atas, buka untuk hal-hal yang tidak berguna.
Siapkan 10% untuk ditabungkan demi
akhirat anda, sedekah yang diberikan sungguh akan kembali dalam bentuk
tambahan rejeki yang berlimpah untuk kita, bagian jariah yang diberikan
untuk masjid akan kembali kepada kita juga, dan seterusnya.
Siapkan yang 10% lagi untuk investasi
dunia, perluasan bisnis, ekspansi dan eksplorasi ladang bisnis yang
lebih menantang atau prospektif, semuanya akan kembali dlam bentuk yang
berlipat ganda jumlahnya.
Sisanya yang 80% digunakan untuk
keseharian yang tidak mubazir, tidak berguna atau bahkan foya-foya.
Semua digunakan untuk kegiatan positif yang dapat lebih memperkaya
intelektual, spiritual, dan emosional kita.
No comments:
Post a Comment